Kamis, 04 Desember 2008

KMB-DHF

LAPORAN PENDAHULUAN 
DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF) RUANG MURAI II 
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU

OLEH:

ERNI NOVRIANI, S.Kep
0811465770

Pembimbing Akademik: Ns.Bayhakky, M.kep.,Sp.KMB
Pembimbing Lapangan: Ns. Rismauli, S.kep


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU

2008


LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK PROFESI
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU

1. Defenisi.
 Demam berdarah dengue adalah suatu infeksi arbovirus (arthropod-borne virus) akut, ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes Aeghepty (Ilmu Kesehatan Anak, Universitas Indonesia). DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). (Christantie Effendy, 1995).
Penyakit dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh albovirus (arthoropodborn virus) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes (Aedes Albopictus dan Aedes Aegypti), (Ngastiyah, 1997). Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit demam berat yang sering mematikan, disebabkan oleh virus, ditandai oleh permeabilitas kapiler, selain hemostasis dan pada kasus berat, sindrom syok kehilangan protein (Nelson,1999).
Demam berdarah dengue ( Dengue Haemoragic Fever ) adalah penyakit yang disebabkan oleh sebuh virus dengue (albovirus) yang masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (Suriadi, 2001). Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam berdarah akut dengan ciri-ciri demam manifestasi pendarahan, dan mengakibatkan rejatan yan dapat menyebabkan kematian (Mansjoer, 2002). 
Demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (Dr. Nursalam dkk,2005).
2. Etiologi 
Penyebab utama : - virus dengue tergolong albovirus
Vektor utama : - Aedes aegypti.
  - Aedes albopictus.
Adanya vektor tesebut berhubungan dengan :
a. kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperlauan sehari-hari.
b. Sanitasi lingkungan yang kurang baik.
c. Penyedaiaan air bersih yang langka.
Daerah yang terjangkit DHF adalah wilayah padat penduduk karena.
a. Antar rumah jaraknya berdekatan yang memungkinkan penularan karena jarak terbang aedes aegypti 40-100 m.
b. Aedes aegypti betina mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat, (Noer, 1999).

3. Patofisiologi.
 Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler. Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi. Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.

INFEKSI DENGUE
Komplek antingen
Antibodi + komplemen
  
Demam Mual Hepatomegali Alkalosis Trombosito Vaskuline Reaksi
  Muntah Respiratorik Penia Imunologik  
Derajat beratnya penyakit
  Haemoragik Permeabilitas
  Diatesis Vaskuler derajat 1
  Meningkat 

   
  Hemokonsentrsi
  Kebocoran plasma Hipoprotanemia Derajat II
  Efusi serosa
  Hipovolemia Hiponatremia
Peningkatan reabsorpi Penurunan  
  Hipotensi air dan Na oleh ginjal Ekskresi Na
  Urine dan peni
Syok ngkatan 
  osmolalitas
 Hipoksia jaringan Derajat III
  Derajat IV
  Dic Asidosis metabolik

Pendarahan masif

 
  Kematian

( Mansjoer, 2002 )
4. Manifestasi klinis
  Bervariasi berdasarkan derajat DHF, dengan masa inkubasi 13-15 hari. Penderita biasanya mengalami demam akut (suhu meningkat tiba-tiba), sering disertai menggigil.
Dengan adanya gejala-gejala klinis yang dapat menimbulkan terjadinya DHF seperti adanya gejala pendarahan pada kulit (ptekie, ekimosis, hematom) dan pendarahan lain (epitaksis, hematemesis, hematuri, dan melena) yang beraarkan tingkat keparahan yang ditemui dari hasil pemeriksaan darah lengkap.
  Selain demam dan pendarahan yang merupakan ciri khas DHF, gambaran klinis lain yang tidak khas yang biasa dijumpai pada penderita DHF adalah :
a. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan.
b. Keluhan pada pencernaan : mual, muntah, tidak nafsu makan (anoreksia) diare, konstipasi.
c. Keluhan pada sistem tubuh lain :
- Nyeri atau sakit kepala.
- Nyeri pada otot, tulang, dan sendi (break bone fever)
- Nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati
- Pegal-pegal pada seluruh tubuh
- Kemerahan pada kulit, kemerahan (flushing) pada muka
- Pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan foto fobia. Otot-otot sekitar mata sakit apabila disentuh dan pergerakan bola mata terasa pegal.
- Trombosit < 500.000 / mm3
d. Pada penderita DHF sering dijumpai pembesaran hati (hepatomegali), limpa (splenomegali) dan kelenjer getah bening yang akan kembali normal pada masa penyembuhan.

Pada penderita yang mengalami renjatan.
a. Terdapat sianosis perifer, kulit tersa lembab (terutama pada ujung jari dan bibir), kulit terasa lembab dan dingin. 
b. Tekanan darah menurun (hipotensi), nadi cepat dan lemah.
c. Renjatan terjadi pad waktu demam ataun pada saat demamnya turun antara hri ke-3 dan ke-7, (Noer, 1999).
Diagnosis :
Patokan WHO (1975) untuk menegakkan diagnosis HF adalah :
a. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.
b. Manifestasi pendarahan, termasuk setidaknya uji torniquet (+) dan salah sau benuk lain (ptekie, purpura, ekimosis, epitaksis, pendarahan gusi) hematemesis dan atau melena.
c. Pembesaran hati.
d. Renjatan yang ditandai dengan nadi lemah, cepat disertai Td menurun (sisotol < 80 mmHg dan diastolik < 20 mmHG).
Disertai kulit teraba dingin dan lembab terutama pada hidung, jari, dan kaki, penderita gelisah, timbul sianosi sekitar mulut.
(Suriadi, 2001)

5. Klasifikasi DHF
  DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit secara klinik dibagi menjadi (WHO, 1986) :
Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain tanpa pendarahan spontan, uji trniquet (+) strambositopenia dan hemakonsentrasi.
Derajat II : Derajat I disertai pendarahan spontan pada kulit pada kulit atau tempat lain.
Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkuksi, yaitu nadi cepat dan lemah TD menurun (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung, dan ujung jari (tanda tanda dini renjatan)
Derajat IV : Renjatan berat (DSS) denyut nadi ak teraba dan TD tidak dapat diukur.
(Suriadi, 2001)

6. Pemeriksaan diagnostik
a. Darah
- Trombositopenia ( N : 150.000-400.000/ui )
- Hemokonsentrasi ( N pria : 40-48 Nol % )
- Mas pembekuan normal ( 10-15 )
- Masa pendarahan memanjang ( N = 1-3 )
- Kimia darah : - Hiponatremia.
  - Hipoproteinemia
  - Hipokalemia
- SGOT, SGPT meningkat ( N < 12 u / i )
- Ureum meningkat.

b. Urine
- Albuminurial ringan
c. Sumsum tulang
Awal hiposelular kemudian menjadi hiperselular pada hari ke-5 dengan gangguan maturasi. Hari ke-10 biasanya kembali normal.
d. Pemeriksaan serologi
Dilakukan pengukuran titer antibodi pasien dengan cara haema glutination inhibition tes (HI test) atau dengan uji pengikatan komplemen (complement fixation test/CFT) diambil darah vena 2-5 ml)
e. Foto thorak
Mungkin dijumpai pleural Efusion
f. USG
Hematomegali - Splenomegali
( Noer, 1999)

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita DHF adalah sebagai berikut :
a. Tirah baring atau istirahat baring
b. Diet makanan lunak
c. Minum banyak (2-2,5 ltr / 24 jam). Dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF
d. Pemberian cairan IV. Biasanya RL, NaCL. RL merupakan cairan IV yang paling sering digunakan, mengandung Na 130 mEq / ltr, K+4 mEq/ltr konektor basa 28 mEq/ltr, Ce 109 mEq/ltr, Ce 109 Meq / ltr dan Ca ++ 3 mEq/ltr.
e. Monitor Tiap 3 jam (suhu, nadi, Td, RR). Jika kondisi memburuk, observasi ketat tiap jam.
f. Periksa Hb, Ht dan trombosit tiap hari.
g. Pemberian obat antipiretik. Sebaiknya dari golongan asetaminofen (kolaborasi dengan dokter) juga pemberian komplek dingin.
h. Monitor tanda-tanda pendarahan lebih lanjut.
i. Pemberian antibiotika
j. Bila terdapat kekhawatiran infeksi sekunder (kolaborasi dengan dokter).
k. Monitor tanda tanda dini renjatan : KU, perubahan TD, hasil pemeriksaan labor yang memburuk.
l. Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan dokter)
(Suradi, 2001)

8. Komplikasi
a. DHF mengakibatkan pendarahan pada semua organ tubuh, seperti pendarahan ginjal, otak, jantung, paru paru, limpa dan hati. Sehingga tubuh kehabisan darah dan cairan serta menyebabkan kematian.
b. Ensepalopati.
c. Gangguan kesadaran yang disertai kejang.
d. Disorientasi, prognosa buruk.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata klien
Meliputi identitas pasien dan keluarga.
b. Riwayat kesehatan
 - Riwayat kesehatan sekarang.
Biasanya klien demam, lemah, sakit kepala, anemia, nyeri ulu hati dan nyeri otot.
 - Riwayat kesehatan keluarga.
Sebelumnya apakah ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama.
- Riwayat kesehatan dahulu 
Apakah sebelumnya klien pernah mengalami penyakit yang sama.


c. Pemeriksaan fisik.
1) Keadaan umum 
Kesadaran : Composmentis, samnolen, koma (tergantung derajat DHF)
TTV : Biasanya terjadinya penurunan
2) Kepala
- Wajah : Kemerahan (flushig), pada hidung terjadi epistaksis
- Mulut : Perdarahan gusi, muosa bibir kering dan kadang-kadang lidah kotor dan hiperemia pada tenggorokan
- Leher : Tidak ada masalah
- Thorak
3) Paru : Pernafasan dangkal, pada perkusi dapat ditemukan bunyi redup karena efusi fleura
Jantung : Dapat terjadi anemia karena ekurangan cairan
- Abdomen : Nyeri ulu hati, pada palpasi dapat ditemukan pembesaran hepar dan limpa
4) Ekstremitas : Nyeri sendi
5) Kulit : Ditemukan ptekie, ekimosis, purpura, hematoma, hyperemia

d. Pemeriksaan Diagnostik
- Jumlah tombosit rendah
- Tes kerapuhan kapiler meningkat
- Aspirasi sum-sum tulang menunjukkan peningkatan jumlah megakariosit
- Pada rontghen thorak terdapat efusi pleura

2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit volume cairan tubuh berhubungn dengan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, perdarahan
b. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus (viremia)
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme, anoreksia, mual, muntah, intake inadekuat
d. Gangguan rasa nyaman nyeri ; nyeri otot dan persendian berhubungan dengan viremia
e. Resiko tinggi terjadinya perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan haemoragiec sekunder
f. Resiko terjadinya syok hopovolemik berhubungan dengan kekurangan cairan dan kebocoran plasma
g. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengankurangnya informasi

2.Intervensi Keperawatan
Peningkatan Suhu Tubuh
No. Intervensi Keperawatan Rasional
1 Mandiri:
Kaji saat terjadinya demam serta karakteristik maupun pola demam. 
DBD di dahului oleh demam tinggi, terus-menerus berlangsung 2-7 hari.
2 Observasi tanda-tanda vital secara teratur dan laporkan segera bila disertai kejang. Tanda vital sebagai acuan keadaan umum pasien.
3 Kompres hangat kuku bila suhu lebih dari 38º C dan bila lebih dari 39º C lakukan “tepid water sponge”. Membantu menurunkan suhu tubuh melalui proses evaporasi atau penguapan panas tubuh.
4 Berikan cairan oral bila pasien masih bisa minum. Mengimbangi pengeluaran cairan akibat peningkatan suhu tubuh.
5 Jelaskan pada keluarga penyebab demam dan cara melakukan kompres. Keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses perawatan di rumah.
6 Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian terapi sesuai program medik : antipiretik atau parasetamol. 
Pemberian dosis yang tepat merupakan terapi suportif penurunan suhu tubuh.


Gangguan Rasa Nyaman Nyeri

No. Intervensi Keperawatan Rasional
1 Mandiri:
Kaji tingkat dan karakteristik nyeri. Sebagai dasar untuk menetapkan metode intervensi yang sesuai.
2 Berikan posisi yang nyaman, lingkungan yang tenang dan alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri. Posisi yang tepat dan lingkungan yang tenang, dapat mengurangi stressor nyeri.
3 Ajarkan teknik napas dalam, relaksasi dilakukan saat nyeri muncul. Meningkatkan konsumsi O2 dapat mengurangi nyeri.
4 Berikan kesempatan pasien berinteraksi dengan keluarga atau teman. Keluarga dapat memberikan support yang dapat membuat pasien tenang.

5 Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian analgesic sesuai indikasi dan program medik. 
Mengurangi nyeri.


Defisit Volume Cairan

No. Intervensi Keperawatan Rasional
1 Mandiri:
Palpasi nadi perifer, perhatikan pengisian kapiler, warna, atau suhu kulit dan observasi tanda-tanda vital setiap 15 menit. 
Kekuraangan cairan menyebabkan gangguan perfusi dan kolaps sirkulasi
2 Pantau haluaran urin, ukur atau perkirakan kehilangan cairan dari semua sumber, missal muntah dan diaphoresis. Sebagai dasar pemenuhan kebutuhan pengganti cairan yang hilang.
3 Catat balance cairan tiap 8 jam, Intake dan output. Menentukan deficit atau overload cairan.
4 Penuhi kebutuhan cairan (sesuai program terapi) kristaloid atau koloid. Cairan kristaloid memberikan perbaikan sirkulasi segera, koloid mengembalikan cairan-cairan ke dalam vaskuler.
5 Pantau peningkatan TD tiba-tiba atau nyata, gelisah, batuk, despneu, sputum banyak. Perbaikan kekurangan cairan terlalu cepat dapat menurunkan system kardiopulmonal.
6 Waspada terhadap keamanan pasien, pasang restrain tempat tidur, observasi sering. Kekurangan cairan menyebabkan penurunan perfusi serebral terjadi penurunan kesadaran, resiko terjatuh.
7 Kolaborasi:
Siapkan pemberian obat-obatan inotropik atau vasoaktif sesuai program terapi. 
Meningkatkan sirkulasi.
8 Bila diperlukan berikan trombosit atau PRC atau FFP sesuai program terapi. Mengganti kehilangan komponen darah.
9 Awasi reaksi tranfusi. Meminimalkan efek rekasi tranfusi.



Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi

No. Intervensi Keperawatan Rasional
1 Mandiri:
Kaji keluhan mual, nyeri menelan dan muntah. 
Sebagai dasar untuk menetapkan metode pemberian nutrisi.
2 Berikan makanan yang mudah ditelan (lunak) dan hidangkan selagi hangat. Meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
3 Berikan makanan dalam porsi kecil dan sering. Menghindari mual dan muntah akibat porsi makan yang besar.
4 Catat intake nutrisi dan cairan per 24 jam. Mengetahui asupan nutrisi dan cairan pasien.
5 Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian antiemetik dan nutrisi serta cairan perparenteral (sesuai program medik). 
Meningkatkan asupan nutrisi jika intake peroral tidak mencukupi.



 
Daftar Pustaka

Behrman. E. Richard, Kliegman. M. Robert, Arvin. M. Ann. (1999). Ilmu kesehatan anak nelson volume 2. Jakarta: EGC
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000). Rencana asuhan
keperawatan, Jakarta : EGC.
Hidayat. A. Azis Alimul. (2006). Pengantar ilmu keperawatan anak edisi 1. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. Sulsilaningrum.R, Utami, S. (2005). Asuhan keperawatan bayi dan anak: untuk perawat dan bidan. Jakarta: Salemba Medika
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Universitas Indonesia. (1986). Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2. Jakarta: Infomedika Jakarta

Tidak ada komentar: