Kamis, 04 Desember 2008

KMB- AMELOBLASTOMA

LAPORAN PENDAHULUAN 
KLIEN DENGAN POST OPERASI AMELOBLASTOMA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

OLEH:
ERNI NOVRIANI, S.Kep
NIM: 0811465770

Pembimbing Akademik: Erwin, SKp. M.Kep.
Pembimbing Lapangan: Ns. Nurjuah, S.kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2008

A. DEFINISI
Ameloblastoma merupakan tumor yang berasal dari epithelial, gingival mucosa atau gengivomaxillary yang muncul pada gigi (Willis, 1948).
 Ameloblastoma, sebelumnya disebut adamtinoma, suatu jinak epithelial lokal penyerbuan odontogenic tumor, tumbuh perlahan dan persistently. Tumor yang relatif jarang, terjadi sekitar 1% dari semua tumor lisan (Ackerman et al., 1988).
Tumor Ameloblastoma adalah dari odontogenic epithelium. Ini merupakan tumor dari antara ganas potensi yang terletak di zona abu-abu antara jinak dan tumor ganas (Rosai, 1996).
Tumor ini jarang bersifat ganas. Ameloblastoma berkembang di rahang, sering di tempat ketiga geraham, dan mungkin melibatkan jaringan dari soket-soket mata atau sinuses.
Ameloblastoma adalah tumor jinak epitel yang bersifat infiltratif, tumbuh lambat, tidak berkapsul, berdiferensiasi baik. Lebih dari 75% terjadi di rahang bawah, khususnya regio molar dan sisanya terjadi akibat adanya kista folikular (Arif, 2001).
 

B. ETIOLOGI
 Penyebab utamanya belum dapat ditentukan. Kemungkinan penyebab dari ameloblastoma yaitu riwayat infeksi gigi, infeksi gusi, trauma gusi, Ameloblastoma terjadi di semua kelompok usia. Luka yang paling sering didiagnosis pada dekade ketiga dan keempat. Hal ini biasanya gigi terjadi di daerah peluru dari mulut dan X-ray muncul sebagai cystic luka. Tumor menunjukkan tanda kesukaan untuk rahang bawah dengan jumlah lebih besar yang dapat sebagai tinggi sebagai 99,1% (Adekeye & McLavery, 1986). Tumor sering asimptomatik, presentasi sebagai kebetulan ditemukan pada X-ray. 


C. PATOFISIOLOGI
Tumor ini bersifat infiltratif, tumbuh lambat, tidak berkapsul, berdiferensiasi baik. Lebih dari 75% terjadi di rahang bawah, khususnya regio molar dan sisanya terjadi akibat adanya kista folikular.

D. MANIFESTASI KLINIK
1. Muka bengkak
2. Sakit
3. Malocclusion
4. Loosening dari gigi
5. Sakit saat menggunakan gigi palsu
6. Maloklusi
7. Deformitas wajah.
(Adekeye, 1980). 


E. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian Data
Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki. Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah:
1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).
2. Sirkulasi 
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
5. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahanSelera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
6. Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
7. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas danlokasi yang berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
Data Objektif: Pernapasan menggunakan otot bantu pernapasan/ otot aksesoris.
9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru akibat gelisah.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.
E. PEMERIKSAAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis
Penegakan diagnosis berdasarkan:
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik dan neurologis
3. Pemeriksaan penunjang, yaitu:
a. X-ray kepala 
X-ray, yang menghasilkan satu-dimensi gambar kepala dan leher untuk membantu dokter cari tidak normal di rahang.

b. CT scan (computed tomography scan) 
CT scan, yang menghasilkan gambar dua dimensi dari kepala dan leher yang dapat mengungkapkan apakah ameloblastoma telah invaded tisu atau organ lain. 
c. Magnetic resonance imaging (MRI) 
MRI Scan, yang menggunakan magnet dan gelombang radio untuk membuat gambar 3 dimensi yang dapat mengungkapkan abnormalitas kecil di kepala dan leher. Dokter juga menggunakan MRI Scan untuk menentukan apakah ameloblastoma telah menyebar ke rongga mata atau sinuses.
d. Tumor marker (penanda tumor)

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan post operasi.
2. Nyeri berhubungan dengan adanya proses peradangan, luka insisi pembedahan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidak mampuan menelan makanan, nyeri area rahang.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri luka operasi.
6. Gangguan komunikasi verbal b.d adanya massa di area mulut.
7. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.

F. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
Intervensi
Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan
Intervensi : 
a. Kaji tanda-tanda vital
R/ untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
b. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
R/ mengidentifikasi keadaan perdarahan
c. Kaji tetesan infus
R/ awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan
d. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
R/ cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh
e. Tranfusi darah
R/ menggantikan darah yang keluar

2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen
Tujuan : Nyeri Teratasi
Intervensi : 
a. Kaji karakteristik nyeri
R/ mengetahui tingkat nyeri klien
b. Beri posisi semi fowler.
R/ mengurngi kontraksi abdomen
c. Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
R/ membantu mengurangi rasa nyeri dengan mmengalihkan perhatian
d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
R/ analgetik membantu mengurangi rasa nyeri
e. Managemant lingkungan yang nyaman
R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien

3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh, inkontinuetas jaringan.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Intervensi : 
a. Kaji tanda-tanda infeksi
R/ mengidentifikasi adanya risiko infeksi lebih dini
b. Kaji keadaan luka
R/ keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko infeksi
c. Kaji tanda-tanda vital
R/ suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi
d. Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi
R/ teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial
e. Kolaborasi pemberian antibiotik
R/ antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar.

DAFTAR PUSTAKA

Bruner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. EGC: Jakarta.
Carpenito, LJ. (1998). Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Jakarta: Edisi 6. EGC.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC. 
Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1.UI: Media.
Price, Sylvia A. (2006). Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidayat. (1997). Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC 

Smeltzer & Bare. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar: