Kamis, 04 Desember 2008

KEP.ANAK-BRONKOPNEUMONIA

LAPORAN PENDAHULUAN
BRONKOPNEUMONIA DI RUANG PERINATOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD PEKANBARU



ERNI NOVRIANI, S.Kep
NIM: 0811465770



Pembimbing Akademik: Yulia Irvani Dewi, SKp. M.Kep. Sp.Mat







PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2008
 
BRONKOPNEUMONIA

DEFINISI
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).
Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).

ETIOLOGI 
Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus, 
  Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium 
  Tuberculosis. 
Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, 
  Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. 
  Aspirasi benda asing.
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
Bronkopneumonia lebih sering ditimbulkan oleh invasi bakteri. Bakteri-bakteri ini menginvasi paru melalui 2 jalur, yaitu dengan : 
1. Inhalasi melalui jalur trakeobronkial. 
2. Sistemik melalui arteri-arteri pulmoner dan bronkial. 



PATOFISIOLOGI SECARA UMUM
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.
Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mngakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya gagal napas. Secara singkat patofisiologi dapat digambarkan pada skema proses. 

A. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. 
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.


B. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

C. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

D. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

MANIFESTASI KLINIS
Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas. Penyakit ini umumnya timbul mendadak, suhu meningkat 39-40O C disertai menggigil, napas sesak dan cepat, batuk-batuk yang non produktif “napas bunyi” pemeriksaan paru saat perkusi redup, saat auskultasi suara napas ronchi basah yang halus dan nyaring.
Batuk pilek yang mungkin berat sampai terjadi insufisiensi pernapasan dimulai dengan infeksi saluran bagian atas, penderita batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia dan kesulitan menelan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar.
2. Secara laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000–40.000/mm3 dengan pergeseran LED meninggi.
3. Foto thorax bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.

PENATALAKSANAAN 
Kemotherapi untuk mycoplasma pneumonia, dapat diberikan Eritromicin 4 X 500 mg sehari atau Tetrasiklin 3 – 4 mg sehari.
Obat-obatan ini meringankan dan mempercepat penyembuhan terutama pada kasus yang berat. Obat-obat penghambat sintesis SNA (Sintosin Antapinosin dan Indoksi Urudin) dan interperon inducer seperti polinosimle, poliudikocid pengobatan simtomatik seperti :
1. Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat dirumah.
2. Simptomatik terhadap batuk.
3. Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif
4. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan broncodilator.
5. Pemberian oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang mempunyai spektrum sempit.

KOMPLIKASI
a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
d. Infeksi sitemik 
e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
1) Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam.
2) Anorexia, sukar menelan, mual dan muntah.
3) Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi.
4) Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernapasan
5) Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernapasan cepat dan dangkal, gelisah, sianosis 

b. Pemeriksaan fisik
1) Demam, takipnea, sianosis, pernapasan cuping hidung
2) Auskultasi paru ronchi basah
3) Laboratorium leukositosis, LED meningkat atau normal
4) Rontgent dada abnormal (bercak, konsolidasi yang tersebar pada kedua paru)

c. Factor fsikologis/perkembangan memahami tindakan
1) Usia tingkat perkembangan
2) Toleransi / kemampuan memahami tindakan
3) Koping
4) Pengalaman terpisah dari keluarga / orang tua
5) Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya

d. Pengetahuan keluarga/orang tua
1) Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit saluran pernapasan
2) Pengalaman keluarga tentang penyakit saluran pernafasan
3) Kesiapan / kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya

2. Diagnosa keperawatan 
1) Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli.
3) Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan.
4) Resti pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat.
5) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
6) Kurang pengetahuan orang tua tentang perawatan klien berhubungan dengan kurangnya informasi.
7) Cemas anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi.


 
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret.
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL RENCANA INTERVENSI RASIONAL
Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret.

Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali efektif.

KH : sekret dapat keluar.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli.
 1. Monitor status respirasi setiap 2 jam, kaji adanya peningkatan pernapasan dan bunyi napas abnormal.


2. Lakukan suction sesuai indikasi.



3. Beri terapi oksigen setiap 6 jam

4. Pertahankan istirahat tidur. Ciptakan lingkungan/nyaman sehingga pasien dapat tidur dengan tenang.
5. Beri posisi yang nyaman bagi pasien, tinggikan kepala dan bahu dorong sering merubah posisi.
6. Monitor analisa gas darah untuk mengkaji status pernapasan.

7. Lakukan perkusi dada.
8. Sediakan sputum untuk kultur/test sensitifitas 1. Takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tidak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada atau cairan paru. Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
2. Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau mengalami penurunan kesadaran.
3. Tujuan memberikan terapi O2 adalah mempertahankan pao2 diatas 60 mmhg.
4. Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan konsumsi oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi.
5. Meningkatkan inspirasi maksimal.


6. Mengevaluasi kemajuan dan efek proses penyakit dan memudahkan terapi yang diperlukan selanjutnya.
7. Membantu pengeluaran sekret.
8. Bertujuan mengetahui jenis mikroorganisme yang berkembang dan yang menginfeksi.

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli.

DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL RENCANA INTERVENSI RASIONAL
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan kapiler alveoli.

Tujuan : pertujaran gas kembali normal.

KH : Klien memperlihatkan perbaikan ventilasi, pertukaran gas secara optimal dan oksigenisasi jaringan secara adekuat
 1. Observasi tingkat kesadaran, status pernafasan, tanda-tanda cianosis.




2. Beri posisi fowler sesuai program/semi fowler

3. Beri oksigen sesuai program




4. Monitor AGD


5. Ciprtakan lingkungan yang tenag dan nyaman. Cegah terjadinya kelelahan.
 1. Sianosis kuku menunjukkan vasokonstriksi atau respons tubuh terhadap demam/menggigil, sianosis daun telinga, membran mukosa, dan kulit sekitar mulut (membran hangat) menunjukkan hipoksemia siskemik.

2. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi.

3. Tujuan memberikan terapi O2 adalah mempertahankan pao2 diatas 60 mmhg. Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pasien.

4. Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi paru.

5. Mengurangi rangsangan dari lingkungan yang dapat menyebabkan kegelisahan dan pengeluaran energi berlebihan.





Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL RENCANA INTERVENSI RASIONAL
Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan.

Tujuan : Klien akan mempertahankan cairan tubuh yang normal.

KH : Tanda dehidrasi tidak ada. 1. Catat intake dan output cairan (balanc cairan) 

2. Memenuhi kebutuhan cairan adekuat.


3. Monitor keseimbangan cairan, membran mukosa, turgor kulit, nadi cepat, kesadaran menurun, tanda-tanda vital.


4. Pertahankan keakuratan tetesan infus.



5. Observasi tanda-tanda vital (nadi, suhu, respirasi)
 1. Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian.

2. Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan resiko dehidrasi.

3. Indindikasi langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan.

4. Pada penurunan masukan atau banyak kehilangan penggunaan parenteral dapat memperbaiki atau mencegah kekurangan.

5. Peningkatan atau memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan melalui evaporasi. Td ortostatik berubah dan peningkatan takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik.






Resti pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat.
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL RENCANA INTERVENSI RASIONAL
Resti pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat.

Tujuan : Kebuituhan nutrisi terpenuhi.

KH : Klien dapat mempertahankan/meningkatkan pemasukan nutrisi.

 1. Kaji status nutrisi klien





2. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen klien (auskultasi, perkusi, palpasi, dan inspeksi)



3. Timbang BB klien setiap hari.


4. Kaji adanya mual dan muntah


5. Berikan diet sedikit tapi sering 


6. Berikan makanan dalam keadaan hangat
 1. Untuk mengidentifikasi indikasi/perkembangan dari hasil yang diharapkan. Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan penyembuhan.

2. Bising usus mungkin menurun atau tak ada bila proses infeksi berat memanjang. Distensi abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara atau menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada saluran GI.

3. Membantu menentukan keseimbangan cairan yang tepat

4. Mengetahui adanya faktor penyebab timbulnya masalah.

5. Meningkatkan masukan meskipun napsu makan lambat untuk kembali.

6. Meningkatkan selera makan.


Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL RENCANA INTERVENSI RASIONAL
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi

Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.

KH : Hipertermi/peningkatan suhu dapat teratasi dengan proses infeksi hilang
 1. Observasi tanda-tanda vital

2. Berikan kompres dengan air pada daerah dahi dan ketiak. Kompres hangat kuku bila suhu lebih dari 38º C dan bila lebih dari 39º C lakukan “tepid water sponge”.

3. Berikan minum per oral.


4. Ganti pakaian yang basah oleh keringat

5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat penurun panas.
 1. Tanda vital sebagai acuan keadaan umum pasien.

2. Membantu menurunkan suhu tubuh melalui proses evaporasi atau penguapan panas tubuh.



3. Mengimbangi pengeluaran cairan akibat peningkatan suhu tubuh.

4. Menciptakan rasa nyaman.

5. Pemberian dosis yang tepat merupakan terapi suportif penurunan suhu tubuh.








Kurang pengetahuan orang tua tentang perawatan klien berhubungan dengan kurangnya informasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL RENCANA INTERVENSI RASIONAL
Kurang pengetahuan orang tua tentang perawatan klien berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan

KH : Orang tua klien mengerti tentang penyakit anaknya.
 1. Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit anaknya


2. Kaji tingkat pendidikan orang tua klien


3. Bantu orang tua klien untuk mengembangkan rencana asuhan keperawatan dirumah sakit seperti : diet, istirahat dan aktivitas yang sesuai

4. Tekankan perlunya melindungi anak. 



5. Jelaskan pada keluarga klien tentang Pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pengobatan, pencegahan dan komplikasi dengan memberikan penkes.

6. Beri kesempatan pada orang tua klien untuk bertanya tentang hal yang belum dimengertinya 1. Meningkatkan pemahaman situasi yang ada dan penting menghubungkannya dengan program pengobatan.

2. Pendidikan mempengaruhi pengetahuan dan sikap orang tua terhadap penerimaan perawatan.

3. Informasi dapat meningkatkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah berlebihan.


4. Kondisi imun tubuh yang rendah dapat memudahkan infeksi terjadi dan mempersulit penyembuhan.

5. Meningkatkan pemahaman situasi yang ada dan penting menghubungkan dengan program pengobatan dan perawatan.


6. Upaya evaluasi tingkat pemahaman keluarga.



 
EVALUASI

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Brochopneumonia dalah :

a. Pertukaran gas normal. 

b. Bersihan jalan napas kembali efektif

c. Intake dan output seimbang

d. Intake nutrisi adekuat

e. Suhu tubuh dalam batas normal

f. Pengetahuan keluarga meningkat



DAFTAR PUSTAKA


Dahlan, Z. (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Press.

Doengoes, M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Carpenito, L.J. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Long, C. B. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan IAPK Pajajaran.

Mansjoer, A. (1999). Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta: Media Aesculapius.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Artikel yang bagus...
Bolehkan saya bertanya? Apa yang dimaksud dengan bronkopneumonia dupleks? Apa penyebabnya dan bagaimana mengatasinya? Apakah mungkin post tb dapat mengalaminya? Apakah mungkin gejala yang muncul hanya mual?

Mohon penjelasannya.

Salam
Reni
Jambi